📌 RUU Kesejahteraan Guru 2025: Jadi Perhatian Nasional
Belakangan, RUU Kesejahteraan Guru 2025 ramai dibahas di DPR. Rancangan ini diusulkan untuk memperbaiki kondisi tenaga pendidik di Indonesia, mulai dari guru honorer, guru PNS, hingga tenaga pengajar di pelosok. Publik antusias, tapi juga kritis soal implementasinya.
Banyak pihak bilang, kesejahteraan guru masih jauh dari ideal. Honor guru honorer sering telat, nominalnya pun tak sebanding dengan tanggung jawab besar mereka. Lewat RUU ini, pemerintah didorong bikin skema penggajian yang lebih adil, transparan, dan pasti.
Selain itu, banyak organisasi guru berharap regulasi ini juga mengatur tunjangan tambahan, asuransi kesehatan, hingga dana pensiun yang layak. Guru adalah tulang punggung pendidikan, tapi masih banyak yang hidup pas-pasan.
📌 Debat Publik: Anggaran & Pemerataan
Di forum-forum diskusi, RUU Kesejahteraan Guru 2025 menimbulkan pro kontra. Isu paling hangat soal kesiapan anggaran negara. Pemerintah pusat dan daerah harus sama-sama tanggung jawab soal pembiayaan. Kalau tidak, kesejahteraan guru akan tetap timpang antar daerah.
Beberapa daerah terpencil bahkan masih kekurangan guru. Kalau pun ada, banyak yang harus rangkap tugas mengajar beberapa kelas sekaligus. Regulasi baru diharap bisa mengatur distribusi guru secara merata dan insentif khusus bagi guru di daerah 3T (Terdepan, Terpencil, Tertinggal).
Para mahasiswa pendidikan juga bersuara. Mereka menuntut kepastian karir setelah lulus. Banyak sarjana pendidikan menganggur atau terpaksa kerja di luar jalur karena skema rekrutmen guru yang nggak jelas.
📌 Harapan: Guru Sejahtera, Pendidikan Berkualitas
Semua pihak sepakat, RUU Kesejahteraan Guru 2025 kalau lolos harus benar-benar dijalankan serius. Jangan cuma berhenti di janji manis. Guru yang sejahtera diyakini bisa fokus mendidik tanpa harus kerja sampingan. Dampaknya, kualitas belajar di kelas juga meningkat.
Selain gaji tetap, ada harapan tunjangan profesi dan beasiswa pengembangan karir guru juga diperluas. Banyak guru yang mau lanjut studi S2 atau pelatihan luar negeri, tapi terbentur biaya.
Publik ingin DPR dan pemerintah terbuka soal pembahasan pasal demi pasal. Partisipasi masyarakat penting biar aturan ini benar-benar pro guru, bukan sekadar formalitas.